Sunday, May 26, 2013

Menyesuaikan diri, kenapa tidak?

Diskusi dengan para calon guru dari Pulau Flores dan beberapa dari Madura dan sebagian lainnya dari perbatasan Kalimantan terasa berkesan buatku. Betapa tidak, mereka berada jauh dari kampung halamannya untuk belajar bersamaku, belajar menjadi seorang guru.

Pertemuan siang itu sebenarnya mundur 30 menit dari yang dijadwalkan, tapi antusiasme mereka untuk berdiskusi tetaplah tinggi. Mereka ini sebenarnya masih sangat muda, usia rata-rata mereka adalah 19 tahun. Sangat muda sekali. Itu pun jika dibandingkan umurku. *jadi berasa tua euy. kekekeeee........*.

Diskusi kuawali dengan sebuah pertanyaan, "setelah nanti pulang ke kampung halaman, mau jadi apa???"

Satu-persatu mereka menjawab, "mau jadi guru yang baik dan terbaik". Hmm....sebuah jawaban yang terasa sangat idealis, perfeksionis, dan nis nis yang lain.... *sudah gak tau apa lagi je. kyaaaaa, gubrak*

Eh ternyata, jawaban mereka ini sama semua. Menjadi guru yang baik dan terbaik. 
Dan jujur, aku trenyuh...



Mengapa mereka ingin menjadi guru yang baik dan terbaik???Ada beberapa alasan mereka. Pertama: karena sangat sedikit sekali guru yang mengajar di tempat tinggal mereka. Kedua: Ingin jadi contoh bagi muridnya kalo dia sudah belajar jauh untuk jadi guru. Ketiga: Ingin jadi seperti guru idola mereka.
Apapun alasannya, aku senang mereka tidak menjawab karena gaji guru sekarang sudah tinggi dan ada tunjangan dan sertifikasi. Hehe....

Gambar 1. Anak-anak yang membutuhkan guru
sumber: seribuguru.org

Nah, kemudian aku pun bertanya pada mereka, "kesulitankah anda semua belajar disini?". Jawaban mereka, "ada, yaitu sulit menyesuaian diri. Karena Jawa berbeda dengan kampung halamannya."
Ya iyalaaaah.... Secara geografis aja beda, tentu aja semua beda kaleee... wekekeeee..... But, karena tema pertemuan adalah tentang penyesuaian diri terutama bagi remaja calon murid mereka, kita bahas sekarang yuuuuk ??? Hyuuuuukkkkkk aaaahhh....

Penyesuaian diri, Apaan tuh???
  1. Penyesuaian diri berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
  2. Penyesuaian juga berarti konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip.
  3. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasikan respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi secara efisien.
  4. Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional yang tepat pada setiap situasi. 
Penyesuaian diri berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial
Penyesuaian diri sebenarnya bersifat alami. Sudah pasti terjadi pada semua makhluk hidup. Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun juga menjalani proses ini. Bahasa kerennya adalah adaptasi. Dulu waktu kita SD dan SMP pasti sudah diberi tahu oleh Bapak dan Ibu Guru IPA. 

Pak Guru IPA bilang, "adaptasi pada hewan misalnya bunglon berubah warna ketika ada pemangsanya datang mendekat. Saking hebatnya ni bunglon, mereka bisa berubah warna seperti warna dominan di sekitarnya." .... *aku sambil membayangkan, pasti si pemangsa bakalan bilang, hmmm.....dimana ya kamuu....hohohooo...*

Nah, lalu Bu Guru IPA bilang, " kalo tumbuhan menyesuaikan diri misalnya pada pohon jati." ... *emang kenapa tu po'on, *.... Bu Guru melanjutkan,"pohon jati akan menggugurkan daunnya saat musim kemarau untuk mengurangi penguapan, sehingga sel-selnya tak akan mati kekeringan.". 

Beteweeee..... emang kalian  ingat gak tuh???  Asal jangan menjawab, dulu tidak tau sekarang lupa *gubrak*

Ku pun melanjutkan, *sambil penuh percaya diri*  bahwa ada 3 hal yang penting dalam penyesuaian diri, antara lain:
  1. Penyesuaian Diri adalah proses yang dialami individu untuk mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. 
  2. Penyesuaian diri tidak akan pernah mencapai sempurna
  3. Proses penyesuaian diri lebih bersifat sepanjang hayat (lifelong process) dan akan selalu berupaya menemukan serta mengatasi tekanan dan tantangan hidup untuk mencapai pribadi yang sehat. 

Dengan demikian, maka penyesuaian diri menjadi hal yang penting dijalani. Untuk apa?? ya supaya seimbang, supaya bisa diterima lingkungan. Tapi ingat, penyesuaian diri tidak bisa terus sempurna. Tentu saja karena terlalu banyaknya perbedaan yang mesti ditoleransi dan dipahami. Kalo tidak bisa menyesuaikan diri, maka yang terjadi kemudian adalah konflik. Dan selama kita hidup, maka sepanjang itulah, kita dituntut untuk belajar menyesuaikan diri.

Penyesuaian diri pada awalnya diawali oleh adanya konflik. Entah konflik dengan pasangan, dengan teman, orang tua, serta lingkungan sekitar. Jika penyesuaian diri gagal, maka yang terjadi adalah konflik yang makin berkepanjangan. 

Konflik dengan pasangan ya misalnya dengan pacar (bagi yang belum menikah). Gak sedikit remaja yang galau gara-gara masalah konflik dengan pasangannya. Entah itu masalah sifat, sikap, prinsip hidup, de-el-el. Saat konflik dengan pasangannya, eh konflik dengan teman. Kyaaaa, pusing pusiiiing. Begitu pulang ke rumah, diomelin ma bokap nyokap. Alhasil, pusing ditambah galau dipangkatin seribu. Ckckck.... 

Masalahnya sih cukup sederhana, kurang bisa mengkomunikasikan diri dengan orang lain dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi orang-orang di sekitarnya. Tapi ya gitu... ngomong siy mudah, ngerjainnya ya sulit. Hahahaaaaa.... *hush, mingkem!!!*

Berdasarkan buku yang ku baca, ada beberapa tanda penyesuaian diri yang positif, antara lain: tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, tidak menunjukkan mekanisme psikologis, tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman; dan mampu bersifat realistis dan obyektif.

Proses penyesuaian diri yang positif tersebut akan mengalami proses antara lain: menghadapi masalah secara langsung alias tidak kabur dari masalah; melakukan eksplorasi atau penjelajahan atas segala hal yang dihadapi, kadang kala melakukan coba-coba (try and error); mencari pengganti/alternatif pemecahan masalah, menggali kemampuan diri supaya tau kira-kira bisa nggak ya kita selesaikan sendiri. kalo tidak bisa kita bisa minta bantuan orang lain yang kita anggap lebih tau dan mampu; mengambil pengalaman sebagai proses belajar; memilih tindakan dan mengendalikan diri. Kan gak banget kalo yang kita pilih adalah tindakan yang menyengsarakan orang lain to???; dan melakukan perencanaan dengan cermat.

Kalau ada penyesuaian diri yang positif berarti ada yang negatif atau salah dong??? Yups, anda benar..... Penyesuaian diri yang salah akan memberikan reaksi bertahan atau reaksi menyerang (agresive reaction) atau justru reaksi melarikan diri alias kabur (escape reaction).

Reaksi bertahan pada orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri pada konflik atau kondisi yang dihadapi misalnya dengan mencari-cari sejuta alasan untuk membenarkan tindakannya (rasionalisasi). Dapat juga dengan menekan pengalaman buruk yang tidak disukainya itu ke alam bawah sadarnya (represif) misalnya dengan mencoba melupakannya meskipun sulit. Kadang kala seseorang akan mencari kambing hitam atas kegagalannya, yaitu dengan menyalahkan pihak lain yang dianggap menjadi penyebab atas kondisi buruknya (proyeksi). Tidak hanya ketiga hal tersebut, rekasi bertahan juga dapat berupa memutar balikkan kenyataan. Hmmm.... mirip seperti orang psikopat atawa sosiopat.

Gambar 2. Bermain Sepak Bola
Sumber: kartunisubi.com

Kalo mereka masih gagal dalam menyesuaikan diri dalam konflik, apa yang terjadi? Sebagian orang yang lain akan melakukan penyerangan. Reaksi menyerang tersebut misalnya dengan selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa di setiap situasi, mau memiliki segalanya; senang mengganngu orang lain; menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan; menunjukkan permusuhan secara terbuka; menunjukkan sikap menyerang dan merusak; keras kepala dalam perbuatannya; bersikap balas dendam; memperkosa hak orang lain; tindakan serampangan; dan marah secara sadis.

Kalau kita main sepak bola, tentu kita lebih paham tentang penyesuaian diri. Kalo lawan bersikap menyerang, mungkin kita akan lebih cenderung bertahan. Pun demikian sebaliknya. Kita bisa saja menyesuaiakan diri dengan kondisi lawan. Yang penting kita menang. Akan tetapi, kita adalah manusia yang lebih banyak terikat oleh budaya dan agama. Terutama agama, yang akan menjadikan kita lebih manusiawi.

weits, tidak semua orang sanggup bertahan dan atau menyerang looh. Banyak juga yang justru melarikan diri, kabur dari kondisi yang sedang dihadapi. Reaksi melarikan diri timbul untuk mendapatkan “obat” dari kegagalan dan rasa frustasi, dan atau membuat fantasi untuk memuaskan keinginan yang tidak tercapai. Reaksi melarikan diri misalnya: banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan tindakan regresif (kembali pada tingkah laku yang semodel dengan tindakan pada perkembangan tingkat awal, misalnya bersikap dan berwatak seperti anak kecil)

Kita mesti terus tumbuh menjadi seorang yang dewasa dalam bersikap dan mampu menyesuaikan diri di berbagai kondisi. Akan tetapi tidak semua orang mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang sama dengan yang lain.

Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri salah satunya adalah kondisi fisik/tubuh. Terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe tubuh dan tipe-tipe temperamen ketika menghadapi masalah. Contoh: orang ektomorf yang ototnya cenderung lemah, tubuhnya rapuh, dtandai dengan sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial, dan lebih pemalu. Selain itu, kualitas penyesuaian diri yang baik dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi jasmani yang baik. Contoh: penyakit kronis menyebabkan orang cenderung kurang percaya diri dan perasaan ingin dikasihani.

Tak hanya kondisi fisik/tubuh, kemampuan menyesuaikan diri juga dipengaruhi oleh perkembangan, dan kematangan. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai oleh setiap invidu akan berbeda satu sama lain. Dengan demikian, akan mengakibatkan perbedaan pula pada pola penyesuaian dirinya.  Kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, dan intelektual.

Faktor pengalaman juga akan menentukan kemampuan menyesuaikan diri. Pengalaman menyenangkan akan cenderung menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik. Adanya pengalaman akan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk belajar. Belajar merupakan proses modifikasi tingkah laku sejak fase awal dan berlangsung sepanjang hayat.

Tak hanya itu, terdapat faktor psikologis lain yang mempengaruhi yaitu determinasi diri. Determinasi diri berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Misalnya mengalami penolakan pada masa kecil, tetapi mampu menghindarkan diri dari pengaruh negatif setelah dewasa meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak menguntungkan bagi dirinya.

Nah, ada faktor lain yang juga penting dalam hal menyesuaikan diri yaitu adat dan agama. Lingkungan adat akan mempengaruhi cara-cara menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Tak hanya adat, agama juga berperan karena akan memberikan suasana psikologi tertentu yang akan mempengaruhi diri dalam menangani konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya. Agama menjadi sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akanmemberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup.

Jadi, adanya konflik yang dihadapi setiap orang, tidak hanya sebagai ujian, tetapi juga untuk melihat bagaimana seseorang mampu menyesuaikan diri dalam berbagai kondisi. Dan aku pun yakin, jika kita mampu menyesuaikan diri dengan benar atau secara positif, maka terlihat bahwa kita adalah pribadi yang InsyaALLAH baik.

Sumber utama:
Hartinah, S., 2008. Perkembangan Peserta Didik. Refika Aditama, Bandung. 




No comments:

Post a Comment